Masa orientasi sekolah sudah lewat lebih dari sebulan
yang lalu, orientasi segala rupa kegiatan sekolah atau ekstrakurikuler yang ada
pun sudah didemontrasikan dengan berbagai tingkah dan kreativitas anggota
ekskul yang bersangkutan.
Nah, biasanya orientasi atau pengenalan lingkungan dan
kegiatan sekolah diawal ajaran semacam ini menjadi ajang menguntungkan untuk
mencari anggota si ekskul. Meskipun orientasi ekstrakulikuler bisa dilakukan
tidak hanya pada Masa Orientasi Siswa baru di sekolah.
Well, tujuan orientasi? Sudah jelas, sebagai sarana
mencari penerus kegiatan ekskul serta sebagai wadah untuk menampung siswa yang
memiliki bakat juga adanya minat yang sama dalam bidang tersebut.
Hasil dari demonstrasi yang telah dipersiapkan oleh
para anggotanya bisa jadi sukses besar hingga dapat menjaring siswa berbakat
dan menuai minat kepada siswa baru. Namun tak jarang demonstrasi yang telah
diluncurkan gagal total bernilai nol.
Demontrasi yang telah disuguhkan bak hiburan semata
pengisi waktu. Kurang bisa menebar benih cinta, eh…. benih-benih minat
mengikuti ekskul teresebut maksudnya. Alhasil tak ada regenerasi dan boleh jadi
perkembangan prestasi ekskul terhambat.
Apa yang salah hingga hal semacam itu terjadi?
Well, tak bisa disimpulkan apa penyebab secara sahnya.
Tapi boleh jadi, kondisi dan situasi peserta maupun anggota ekskulnya, keterbatasan
waktu yang disediakan panitia, atau jumlah anggota dan anggaran yang dimiliki ekskul
tidak mencukupi hingga kekreatifitasan yang ada tidak meghasilkan wujud nyata
secara utuh atau dengan kata lain jadi ‘saaya-ayana’.
Dan juga mungkin berbagai hal akan berkontribusi
mempengaruhi bagiamana cara berdemonstrasi yang berdampak pada hasilnya.
Jika seperti itu, orientasi perlu strategi-strategi
yang cocok supaya siswa-siswi tertarik untuk bergabung. Artinya, bukan hanya
dari cara berdemonstrasi si ekskul. Dari cara nge-MOSnya mungkin, atau aturan
sekolah dan cara sekolah mendukung kegiatan ekskulnya perlu ditinjau.
Boleh jadi sekolah memperhitungkan nilai tambahan bagi
yang aktif dalam ekskul, dari pihak sekolahnya wajib rajin mencari info
perlombaan dan mengikutsertakan para angota ekskulnya pula, atau mungkin hingga
memberi hari khusus untuk berkegiatan ekskul di sekolah.
Well, sekarang ini, khususnya orientasi Kepramukaan
saat MOS di lingkungan sekolah, dirasa kurang mengena pada sasaran.
Pengenalan kepramukaan tidak bisa dilakukan hanya
dengan sekejap mata atau dalam waktu yang tak lebih dari 10 menit. Ya masa weh
atuh, dari sekian banyak bidang materi kepramukaan, dijelaskan hanya dengan
‘ngomong’? 10 menit pula. Ya nggak rame atuh. Hayo, bagian mana yang bisa
dijelaskan dalam 10 menit dan langsung bisa menarik banyak anggota?
Tentu perlu visualisasi yang tepat dan praktek secara
nyata, jadi bisa merasakan langsung, agar pengenalan berhasil mencapai tujuan dan
mendapatkan gambaran atau pemahaman yang sesuai bagi siswa-siswai baru yang
masih awan dengan Pramuka.
So, mengadakan perkemahan khusus untuk orientasi
kepramukaan selama beberapa hari dengan konsep dan agenda yang cerdas dan
menarik adalah salah satu caranya. Namun, untuk zaman sekarang, hal ini sangat
jarang dilakukan atau bahkah disetujui oleh pihak sekolah.
Sekedar saran, bermain sandi dengan bendera semphore
diiringi musik dan berjoged, mungkin? Ya… paling tidak membuat beberapa
diantara mereka setidaknya bertanya, “Itu bendera maksudnya apaan? Kok geje
banget pake bendera? Kekurangan alat mereun? Tuh… pipiriwitan gitu,
ngagandengan, apa coba maksudnya, teu kreatif, mendingan juga rebana kita bisa
berdendang.” Sodara-sodara, kebayang main morse pake rebana?
Atau mungkin dengan lawakan cerdas hingga membuat para
peserta tertawa riang gembira dan berimbas pada bergabungnya mereka. Nah,
setelah mereka bergabung, barulah diperkenalkan dengan kegiatan kepramukaan.
Well, meskipun presentase bergabungnya kecil, paling tidak memberi kesan kalau
anak Pramuka di sekolah itu teh humoris dan menyenangkan.
Sejujurnya, dalam benak saya masih bertanya-tanya,
“Bagaimana cara efektif untuk memperkenalkan kepramukaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya
agar dapat menebar minat di hati para siswa baru?”
Apakah caranya dengan mewajibkan berpramuka pada
kurikulum yang baru-baru ini diluncurkan kali, ya?
Sehingga, bisa menciduk banyak anggota, dan
gudep-gudep pun kembali aktif tanpa adanya perkenalan dan tanpa perlu
repot-repot menumbuhkan rasa cinta & nggak usah capek-capek memberi kesan awal
terlebih dahulu tentang Pramuka di hati para anggotanya. Tapi semua itu akan hadir
ketika sudah nyemplung mengemban ‘kewajiban’ berpramuka.
“Yang penting kalian semua wajib ikutaann…!!” sorak
seseorang di sana (Siapa tah? :D)
Well, lalu bagaimana jika mereka menyadari bahwa
menurut aturanya berpramuka itu tidak ada kata wajib?
Sebentar, apakah memang begitu, berpramuka tidak
wajib?
Sudahkan pembaca ikut memeriksa dan terterakah itu
pada suatu aturan tertulis? Iya?
Jika seandainya mereka tidak tertarik mengikuti
kegiatan kepramukaan dan lebih memilih mengikuti hati nurani dengan keluar atas
dasar hak asasi manusia, bagaimana?
Lantas bagaimana dengan aturan yang terlanjur mengikat
mereka?
So, well, munculnya anggota baru itu mungkin salah
satu yang diharapkan dari maksud orientasi beberapa paragraf diatas, tapi bagaimana
dan seperti apa dampaknya jikalau terjadi ketidakefektifan dan ketidakterjangkauan
pembinaan terhadap anggota karena anggota Pramuka tiba-tiba membludak di suatu
gugus depan?
Bagaimana jika tujuan atau sasaran justru malah tidak
tercapai? Sudahkah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari para tenaga pendidiknya?
Lalu, metode seperti apa yang akan digunakan untuk
membina peserta didik, jika terjadi keterbatasan tenaga pendidik, dan
perbandingannya terlampau jauh?
Well, yang saya tahu, ada Pangkalan yang menggunakan
sistem pembagian kelompok saat berlatih. Menjadi 3 Kelompok.
Pelaksanaannya, kelompok dibagi berdasarkan mana yang
minat sekali dengan Pramuka, mana yang sedang-sedang saja, dan mana yang sangat
tidak suka.
Yang sangat tertarik, akan betul-betul diperkenalkan
dengan Pramuka dengan segalam macam materi dan bidang didalamnya.
Yang tidak terlalu tertarik, unsur materi
kepramukaannya tidak terlalu banyak dan ditambah dengan hal-hal yang disukai
orang-orang dalam kelompok ini—meskipun tidak ada hubungannya dengan Pramuka.
Dan yang sangat terpaksa bin tidak tertarik sama
sekali, materi yang diberikan diuatamakan kepada apa yang mereka minati saja, sekalipun
tidak ada sangkut pautnya dengan Pramuka.
So, yang jadi pertanyaan, apa bedanya Pramuka
diwajibkan dengan tidak?
‘Kan jadi timbul pertanyaan, “Nanaonan eta teh, euy?”
Well, selain itu, lalu bagaimana sistem penilaian di
rapot pada ‘mata pelajaran’ Pramuka di sekolah?
Dinilai dengan angka, atau huruf? Lalu berdasarkan apa
atau dilihat dari segi apa penilainnya? Cukup akurat dan terjamin, kah?
Sebetulnya apa toh tujuan pada kurikulum baru ini
Pramuka diwajibkan di sekolah-sekolah?
Hmm well, jika melihat misi Kwarnas, atau ajakan
Presiden RI dalam rangka revitalisasi Gerakan Pramuka serta ajakan Ketua
Kwarnas dalam rangka meningkatkan peran Pramuka sebagai bagian sistem
pendidikan nasional bagi kaum muda, yang tertera dalam kepanjangan PRAMUKA
versi beliau-beliau. Oh well, mungkin beginilah cara perealisasianya.
Hmm atau tujuan lain, yaitu… membantu para anggota lama
mencarikan anggota baru supaya tidak perlu capek-capek berdemonstrasi di
sekolah? Jadi akan terus ada regenerasi, pun jadi tidak perlu repot berjoget
dengan semaphore? Ahh.. that’s just a great ‘adieu’… baik hati pisan, ahahai. So,
well, I hope someone can answer my questions distinctly. Curious…
Sekian, wassalam. J
- Adelia Wardani (07032)
NB : Topik ‘Orientasi Kepramukaan’ ini sebelumnya
sudah pernah menjadi tema dalam Diskusi Penegak-Pandega yang pernah
dilaksanakan oleh Gudep Pangkalan PT. Telkom di Jl. Anggrek 53A. So, there any
some thoughts and conclusions of discussion.